Pages

Kamis, 19 Mei 2011

KONSER MUSIK BAMBU DI PELABUHAN TAHUNA

(Dalam rangka peringatan Hari Bumi & Hari Lingkungan Hidup di Sangihe-Tahuna, 7 Mei 2011)

Matahari memerah saga di sudut bukit hijau yang membentang, dan melingkari pelabuhan Tahuna. Hembusan angin menyapu wajah lautan, membentuk ombak yang buih-buihnya pecah di pinggir bebatuan pantai. Dua pedagang  mempersiapkan dagangannya, sambil tertatih-tatih menyusun tata letak dagangannya, supaya gampang dilihat calon pembeli yang menuju Manado dengan KM. Marine Teratai.

Di kejauhan, buruh pelabuhan sibuk menurunkan tumpukan barang dari Marine Teratai yang diayun ayunkan gelombang.   

Beberapa pria tampak sibuk memasang spanduk bertuliskan: “ Ayo,…Lestarikan Alam, Laut dan Musik Bambu Sangihe Selamanya. Yayasan Seraf Hayati Sangihe”

Beberapa orang buruh terdiam terpaku mengeja tulisan pada spanduk hijau dengan huruf merah tersebut. Satu persatu penumpang beriringan menuju Marine Teratai. Sebagian memperlambat langkahnya untuk membaca tulisan pada spanduk.

“Mmhh,….tumben ada pagelaran musik bambu di pelabuhan.” Seorang penumpang muda bergumam, sambil memperbaiki pegangan pada 3 buah dos yang ditentengnya

Memang sebuah ide baru untuk melakukan pagelaran musik bambu di pelabuhan Tahuna yang selama ini begitu monoton dengan rutinitas keberangkatan penumpang, serta bongkar muat barang.

Selama berpuluh tahun, mayoritas masyarakat Tahuna terfokus pada pelabuhan terbesar di Kabupaten tersebut. Sarana vital dalam transportasi yang menjadi nadi perekonomian. Karena hampir 90% kebutuhan masyarakatnya di pasok dari tempat yang jaraknya ± 4 km dari Kota Tahuna.

#######

Mendekati pukul 16.00 Wita, sekelompok pria tampak mengatur peralatan band guna mendukung pagelaran musik bambu, tepat di bawah jembatan yang tampaknya kurang optimal dimanfaatkan. Hampir bersamaan dengan ditabuhnya drum , satu demi satu orang terkumpul, duduk melingkari beton memanjang di bentangan pantai.  Mentari semakin memiringkan posisinya. Semilirnya angin laut-pun berubah sepoi, seolah menunggu alunan musik membahana di seantero pantai.

Ketika band usai, seorang pria mengambil tempat yang ditinggalkan personil band lokal tadi. Dengan senyuman, dirinya memperhatikan kelompok musik bambu yang menjadi ‘isyu’ utama sore itu. Mengambil posisi tegak, dan mengayunkan tangannya dengan gemulai. Musik bambu-pun mengalun, merayapi  inci demi inci atmosfir beraroma laut.

Sore itu, sebuah catatan manis yang sederhana tertoreh di pelabuhan Tahuna. Konser musik bambu, yang konon pertama kali tergelar di ujung bentangan beton. Membahana bersama pecahan ombak pantai dan sisa-sisa gerimis.  Mengiringi sebuah pesan tentang betapa berharganya Alam, Laut dan musik bambu tradisional Sangihe , yang tak jarang tenggelam di tengah hingar bingar musik modern.

Perlahan, pengunjung semakin bertambah. Membentuk setengah  lingkaran. Beberapa orang tua tampak hanyut .  Duduk tenang dengan sesekali menggoyangkan kepala.  Mungkin teringat kisah-kisah nostalgia mudanya, saat pertama kali menggandeng tangan wanita, atau pria, yang kini tengah duduk tenang di kursi goyang, sambil dipijiti para cucu.




Ketika musik jeda, seorang personil Yayasan Seraf Hayati Sangihe ‘mengisinya’ dengan membacakan himbauan yang berkaitan dengan peringatan ‘Hari Bumi & Hari Lingkungan Hidup’ sbb:

1.     1. Sumber daya alam Sangihe sangat besar, lengkap dan kaya. Itulah ungkapan para pakar Amerika Serikat dari atas kapal peneliti modern, Okeanos Explorer yang melakukan ekspedisi eksplorasi laut dalam bernama INDEX SATAL 2010 pada Juni, hingga Agustus 2010 yang berhasil menemukan gunung api bawah laut terbesar di dunia, pada kedalaman 2000 meter dekat pulau Kawio. Dan artinya, kini terdata lebih dari 2 gunung api bawah laut di Sangihe

 2. Fenomena gunung api bawah laut, yang menyuburkan hasil-hasil laut, kian memperkokoh betapa Sangihe memiliki kekayaan yang tidak dimiliki daerah-daerah, atau Negara manapun.



3.       3. Kian banggalah kita sebagai orang Sangihe, ketika para leluhur dengan cita rasa seni tinggi menghadirkan musik bambu unik dan khas sebagai hasil upaya pemanfaatan pohon bambu yang juga cuma ada di Sangihe..!


4.     4. Besar, lengkap dan kayanya sumber daya alam Sangihe, sudah lama terungkap dalam syair lagu yang bertutur”….hakiu niseba Banalang Duata, ta susane ta ello mata….”  Bahwa Sangihe adalah tanah Tuhan yang tak ada kesusahan dan air mata bagi siapapun yang tinggal di atasnya, asalkan berkemauan untuk melestarikan sumber daya alam secara berkelanjutan.


5.       5. Ayo tanam pohon…, jangan buang plastic ke laut.., cintai musik bambu Sangihe dan tetaplah berdoa…, agar Alam, Laut dan music bamboo Sangihe bisa dinikmati generasi mendatang dan terus menjadi Kebanggaan kita sebagai orang Sangihe.

Salam & Jabat Erat kami…., Yayasan Seraf Hayati Sangihe



Musik terus mengalun. Berganti vokalis dan lagu. Nun di seberang, beberapa kapal penangkap ikan tergoyang lamat-lamat. Seolah mengikuti alunan musik. Tapi waktu toh harus bergulir. Kegelapan merayap perlahan. Lampu-lampu di beberapa sudut telah menyala. Penumpang yang tampak tergesa semakin banyak. Kuatir  tak kebagian jatah tiket.  Dari kejauhan, Marine teratai memberi  tanda tiupannya yang kedua. Alunan musik bambu masih mengalun. Berpadu dengan gemuruh ombak dan hiruk pikuk penumpang.


Malam itu tak sebutir gerimis yang menyapa. Hanya bulan berbentuk sabit menggantung pada kepekatan langit. Pantulannya membentuk jalan cahaya di lautan. Tak terdengar lagi melodi musik bambu. Tapi semoga untaian nada-nadanya terpatri di hati generasi muda Sangihe, yang beringsut bersama Marine Teratai, menuju Manado.

######################

Bukanlah persoalan mudah untuk melestarikan musik tradisional di tengah maraknya geliat musik modern. Di butuhkan bukan hanya keseriusan mempertahankan tradisi, namun juga konsistensi dan keinginan ekstra kuat. Entah melalui konser rutin, pagelaran, pemasyarakatan di strata-strata pendidikan, atau iklan melalui media konvensional atau internet. Dibutuhkan keterlibatan yang bukan hanya para orang tua, namun juga semua pihak, sebagai generasi pewarisnya. Karena jika tidak, musik bambu Sangihe hanya akan terpinggirkan sebagai pajangan unik di meseum-meseum daerah.

Kiranya konser-konser serupa akan terus mengalunkan nada-nada syahdu di tiap sudut tempat dan sudut hari. Tidak semata sebagai pembuka catatan yang tertoreh di Gerimis bulan Mei 2011.

Sesaat ketika KM Marine Teratai bergerak meninggalkan pelabuhan Tahuna, membelah kepekatan malam dan meninggalkan buih-buih ombak, saya termenung di atasnya. Ah Tahuna, kota yang diam-diam begitu saya kagumi dan cintai lebih dari kota kelahiran saya sendiri. Bukan, bukan karena keelokannya semata. Namun karena di kota kecil inilah, 2 orang yang saya cintai-istri dan putri tertua-dilahirkan. Di kota kecil inilah saya mengikrarkan tali cinta kami dalam sebuah pernikahan suci, 12 tahun yang lalu. Ah Tahuna, apa yang bisa kuberikan padamu….? 


selesai









SOMAHE KAI KEHAGE

MARILAH KITA BERSATU MENOLAK PERANG DAN KEKERASAN DI SELURUH DUNIA


Kalimat bijak:
Kebahagiaan seperti minyak wangi yang tidak mungkin Anda percikkan pada orang lain tanpa Anda sendiri terpercik
(Ralph Waldo Emerson)




suka baca yang aneh2? klik di sini




Tidak ada komentar:

Posting Komentar